Dalam surat tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta para menteri dan pimpinan lembaga melakukan efisiensi anggaran dan membahasnya dengan komisi terkait di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hasil evaluasi anggaran harus dilaporkan paling lambat 14 Februari 2025.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, Deni Sujantoro, menjelaskan bahwa anggaran yang terkena efisiensi akan “dibintangi” atau ditahan penggunaannya. “Pembintangan maksudnya anggaran tersebut belum bisa digunakan,” ujarnya kepada media pada Senin, 3 Februari 2025.
Beberapa kementerian yang terkena dampak pemangkasan anggaran meliputi Kementerian Keuangan, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), serta Kementerian Pekerjaan Umum.
Menteri ATR/BPN Nusron Wahid mengungkapkan bahwa kementeriannya akan memangkas anggaran sebesar Rp2,305 triliun atau 35,72 persen dari pagu anggaran sebesar Rp6,4 triliun. “Proyeksi efisiensi total mencapai 40,76 persen,” kata Nusron dalam rapat bersama Komisi II DPR RI.
Sementara itu, Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo menyebut efisiensi yang diminta mencapai Rp81 triliun dari total pagu anggaran Rp110 triliun. “Kami akan meninjau secara bertahap anggaran mana saja yang bisa diefisienkan,” jelas Dody.
Kementerian Sosial (Kemensos) memastikan bahwa pemangkasan anggaran tidak akan berdampak pada program bantuan sosial. Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau Gus Ipul menjelaskan bahwa efisiensi hanya akan dilakukan pada aspek operasional seperti alat tulis kantor dan perjalanan dinas.
Hal serupa disampaikan Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid, yang menyebut pemangkasan bukan beban tetapi tantangan baru. “Pada dasarnya banyak celah untuk efisiensi. Ini bukan pemotongan, prinsipnya pembintangan,” ujarnya dalam rapat kerja di DPR.
Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian menyatakan kementeriannya akan belajar dari pandemi Covid-19 untuk menyusun langkah-langkah efisiensi yang lebih efektif. Dari total anggaran Rp4,79 triliun, Kemendagri akan memangkas Rp2,75 triliun.
“Efisiensi ini penting agar pengelolaan anggaran tetap efektif tanpa mengurangi kualitas pelayanan kepada masyarakat,” tegas Tito dalam rapat bersama Komisi II DPR RI.
Dengan kebijakan ini, pemerintah berharap kementerian dan lembaga dapat tetap menjalankan program prioritas meskipun menghadapi keterbatasan anggaran. Evaluasi berkelanjutan dan komunikasi dengan DPR akan menjadi kunci keberhasilan implementasi kebijakan tersebut.