Dengan pendekatan infrastruktur berbasis masyarakat tersebut diharapkan sense of belonging terhadap lingkungan yang sudah ditata dapat terpelihara dengan baik. Selain mengubah wajah lingkungan, sekaligus mengubah pola hidup masyarakat.

Nilai tambah lainnya dari pendekatan infrastruktur berbasis masyarakat adalah pola padat karya, di mana masyarakat yang terlibat dalam pembangunan akan mendapatkan penghasilan untuk meningkatkan perekonomian dari masyarakat. Pola padat karya juga memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mendapatkan pekerjaan. Hal yang perlu ditingkatkan adalah kemampuan masyarakat yang akan bekerja dalam pembangunan. Maka, masyarakat diberikan pelatihan tukang agar dapat bekerja sesuai dengan standar teknis.

Tantangan keberlanjutan dari penanganan kumuh melalui pelibatan masyarakat adalah keberagaman karakteristik masyarakat di Indonesia, mulai dari suku, budaya, ras, agama dan bahasa. Dengan keberagaman karakteristik masyarakat ini, efektivitas pengelolaan infrastruktur terbangun di permukiman kumuh akan beragam.

Hal ini juga akan mempengaruhi kondisi lingkungan yang sudah tidak kumuh untuk terjaga tetap tidak kumuh. Butuh dorongan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemeliharaan infrastruktur. Dalam hal ini, keterlibatan aktif pemerintah daerah sangat dibutuhkan. Keberagaman karakteristik masyarakat seharusnya menjadi potensi baik dalam mengubah wajah kawasan permukiman kumuh dengan mengedepankan kekhasan dan kearifan lokal dari masing-masing wilayah.

Pengentasan kawasan permukiman kumuh dilakukan dengan cara pembangunan infrastruktur dasar yang masuk ke dalam tujuh indikator kumuh. Mengingat permasalahan kumuh biasanya terlihat secara visual, selain pemenuhan kebutuhan infrastruktur dasar maka dibutuhkan juga perubahan wajah.

Kreativitas masyarakat dalam proses pembangunan infrastruktur banyak dijumpai, seperti pengecatan pada dinding rumah, bak penampungan sampah, dan sarana prasarana lainnya. Pemilihan warna material dan pemasangan gapura atau icon di beberapa wilayah juga menjadi penanda dari perubahan wajah sebuah kawasan, yang tadinya kumuh menjadi tidak kumuh.

Pendekatan infrastruktur berbasis masyarakat dengan pola padat karya menjawab tantangan penanganan kumuh secara komprehensif dari sisi sosial, ekonomi dan lingkungan. Masyarakat bekerja untuk mengubah lingkungan agar tidak kumuh dan mendapatkan upah sebagai imbalan setelah bekerja.

Dengan demikian, pola padat karya ini akan memberikan kontribusi peningkatan pendapatan dari masyarakat sekitar. Dalam masa pandemi COVID-19 ini, pola padat karya menjadi salah satu upaya dalam mendukung Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Pelaksanaan kegiatan dengan pola padat karya saat ini dapat kita temukan mulai dari Aceh hingga Papua, seperti di Gampong Juli Cot Mesjid, Aceh. Melalui program KOTAKU, masyarakat setempat terlibat langsung membangun drainase dan jalan rabat beton. Kegiatan yang dilaksanakan di Gampong Juli Cot Mesjid ini dinilai baik oleh pemerintah daerah, karena tak hanya berkontribusi dalam pengurangan kumuh, tetapi juga dapat menyerap tenaga kerja atau tukang dari masyarakat sekitar.

Di sisi Timur Indonesia, Papua, juga memiliki cerita baik dalam pelibatan masyarakat di Kelurahan Waena, yaitu dengan membangun jalan dan railing melalui program pemerintah daerah sebagai upaya kolaborasi dalam percepatan pengurangan kumuh. Pelaksanaan kegiatan padat karya yang dilakukan dari Sabang sampai Merauke ini bisa menjadi gambaran Bhinneka Tunggal Ika, walau berbeda-beda tetapi tetap satu jua.

Artikel sebelumyaKomisi III DPR Minta Polri Beri Hukuman Tegas untuk Aparat Arogan
Artikel berikutnyaViral Cuitan Polisi Diganti Satpam BCA, Mabes Polri Tegaskan Tak Anti Kritik
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments