Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas meluncurkan Program Sertifikasi Halal Gratis (Sehati) yang ditujukan bagi kalangan pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) pada Rabu (8/9/2021).
“Saya menyambut baik dan mengapresiasi program ini. Dalam suasana pandemi saat ini, ketika iklim usaha sedang menurun, kehadiran sertifikasi halal gratis bagi UMK menjadi oase yang membangkitkan harapan,” ujar Menagara secara yang but kitkan harapan hi pada ase agar
Menag berharap, Program Sehati dapat menjadi pemantik semangat baru para pelaku UMK untuk bangkit dari keterpurukan akibat pandemi. “Ini juga memberikan pesan kepada kita bahwa saatnya kita tidak meratapi nasib, namun mari nyalakan lilin untuk menerangi dan mengatasi semua kesulitan yang dihadapi,” kata dia.
Menag memastikan keberadaan sertifikasi halal bagi pelaku usaha bukan saja memenuhi persyaratan kehalalan dan higienitas, tapi juga meningkatkan citra positif tentang penjaminan produk Halal.
Masyarakat dunia, menurut Yaqut Cholil, mengakui produk halal identik dengan kualitas dan higienitas, sehingga tidak heran jika pertumbuhan produk halal terus meningkat, bahkan menjadi gaya hidup global (halal lifestyle).
“Plan Sehati ditujukan kepada UMK karena sebagian besar mereka belum memiliki sertifikasi halal. Melalui sertifikasi halal free, diharapkan makin banyak UMK yang bisa menembus pasar halal global,” Tegas Menag.
Pada kesempatan itu, Pelaksana Tugas Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Mastuki mengatakan, Sehati adalah program kolaboratif dan sinergi antara BPJPH dengan kementerian dan lembaga (K/L).
pemerintah daerah (pemda), instansi, serta pihak swasta. Tujuannya untuk memfasilitasi pembiayaan sertifikasi halal secara gratis bagi pelaku UMK.
“Prioritas kepada UMK selain amanah PP Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal juga bertujuan mendorong dan menggairahkan perekonomian nasional yang sebagian besar ditopang pelaku UMK,”.
Anggaran Rp 8 Miliar
Prakarsa Sehati, kata Mastuki, dilandasi kenyataan bahwa banyak K/L, instansi, pemda, BUMN/D, maupun masyarakat yang menyediakan anggaran untuk fasilitasi sertifikasi halal bagi UMK. Pada 2020, misalnya, Kemenag menyediakan anggaran Rp 8 miliar untuk memfasilitasi sertifikat halal kepada 3.179 UMK.
Pada tahun yang sama, sedikitnya ada 36 dinas di pemda membantu UMK memperoleh sertifikat halal dengan pengajuan melalui BPJPH. “Jumlah ini memang masih Rendah dibandingkan jumlah UMK yang memiliki produk wajib bersertifikat halal.
Ada 13,5 juta pelaku UMK masuk kategori terkena kewajiban bersertifikat halal,” tutur dia.
Dia menjelaskan, berdasarkan pengalaman itu, BPJPH tahun ini berinisiasi menggandeng K/L dan instansi yang memiliki anggaran atau dana fasilitasi sertifikasi halal untuk UMK. Harapannya, fasilitasi berupa pembiayaan tersebut dapat tersalurkan dengan baik sesuai sasaran dan dapat dirasakan manfaatnya oleh sebanyak-banyak pelaku UMK.
Mastuki menegaskan, sertifikasi halal berperan penting dan perlu untuk memastikan serta menjamin bahwa produk yang beredar dan dikonsumsi, digunakan, dan dimanfaatkan oleh masyarakat telah memenuhi standar halal. BPJPH juga berkomitmen seluruh proses sertifikasi halal yang diajukan pelaku usaha dilakukan secara daring melalui aplikasi Sihalal.
“Melalui Program Sehati, BPJPH menetapkan bahwa pengajuan atau pendaftaran, pemeriksaan atau audit produk, penetapan fatwa halal, sampai penerbitan sertifikat halal seluruhnya online-based pada Sihalal. Ini semata-mata untuk mempercepat proses dan mempermudah pelaku usaha mengakses sertifikasi halal dari mana saja mereka berada,” papar dia.
Mastuki menambahkan, BPJPH sedang berproses ke arah digitalisasi layanan. “Sertifikat halal yang kami terbitkan saat ini telah berbentuk e-certificate dengan tanda tangan digital (digital signature) yang terhubung ke sistem Balai Sertifikasi Elektronik (BsrE), Badan Siber, dan Sandi Negara (BSSN),” ucap dia.
Layanan Sihalal juga telah terkoneksi dengan perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik atau Online Single Submission (OSS) dan dalam pengembangan untuk terintegrasi dengan Indonesian National Single Window (INSW). “Juga dirancang terintegrasi dengan aplikasi yang dimiliki lembaga pemeriksa halal serta aplikasi lain sebagai bagian dari ekosistem halal,” kata Mastuki.