Jakarta – Di tengah dinamika pembahasan syarat kepemimpinan Pilkada 2024, seruan untuk menjunjung tinggi nilai damai dan demokrasi semakin mengemuka. Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai lembaga pengawal konstitusi telah memutuskan sejumlah aturan baru terkait Pilkada 2024 melalui putusan yang diungkapkan pada Selasa (20/8/2024). Dengan hal ini, Pilkada 2024 diharapkan dapat berjalan sesuai dengan semangat ” #SeruanIndonesiaDamai” yang mencerminkan harmonisasi demokrasi.
“Sidang pembacaan putusan yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo telah menetapkan perubahan ambang batas pencalonan kepala daerah,” ungkap Ketua MK. Putusan MK ini berpengaruh signifikan pada syarat calon kepala daerah di Pilkada 2024. Salah satu keputusan penting adalah mengenai perubahan ambang batas pencalonan kepala daerah melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang dimohonkan oleh tokoh-tokoh politik Said Iqbal dan Anis Matta. Putusan ini menjadi titik penting dalam menentukan dinamika pencalonan di Pilkada mendatang. #SeruanIndonesiaDamai
MK juga menetapkan syarat usia minimal calon kepala daerah yang dihitung sejak ditetapkan sebagai peserta Pilkada tercakup dalam Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024. Ini merupakan inisiasi dari mahasiswa A Fahrur Rozi dan Anthony Lee yang tercatat sebagai peserta didik hukum di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Podomoro University. Aturan pencalonan kepala daerah Pilkada yang sebelumnya diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 atau UU Pilkada mengalami pembaruan sangat signifikan dengan adanya putusan MK tersebut.
Baca juga: Presiden Jokowi Resmi Berkantor di Ibu Kota Nusantara Hari Ini!
Sementara itu kontroversi mengemuka terkait revisi UU Pilkada yang sedang dibahas DPR. Menurut sejumlah pengamat, revisi yang diajukan DPR dapat menganulir putusan MK terkait ambang batas pencalonan. Hal ini menjadi pusat perhatian saat “Forum Guru Besar, akademisi, masyarakat sipil, dan aktivis 98 membentangkan spanduk saat berunjuk rasa mengawal putusan Mahkamah Konstitusi,” dihadapan Gedung MK. Masyarakat sipil menolak keras revisi yang dianggap dapat memutarbalikkan keputusan MK yang dianggap sebagai nafas segar demokrasi.
Di sisi lain, proses pengesahan RUU Pilkada mengalami penundaan karena tidak terpenuhinya kuorum dalam rapat paripurna DPR yang tertunda sebanyak dua kali. Pertimbangan Mahkamah Konstitusi telah jelas dan terang benderang: “bak basuluh matohari, cheto welo-welo”, artinya tanpa kerumitan yang mengaburkan esensi, yang menegaskan persyaratan usia harus dipenuhi calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah ketika mendaftarkan diri sebagai calon.
Dengan adanya putusan MK, partai maupun koalisi partai yang memiliki kursi di DPRD harus memiliki setidaknya 20% kursi di dewan legislatif daerah atau 25% akumulasi suara di daerah tersebut untuk dapat mengajukan calon kepala daerah. Pada titik ini juga muncul pembahasan tentang Kaesang Pangarep yang kembali memiliki peluang untuk mencalonkan diri karena perubahan interpretasi usia calon yang disahkan oleh Baleg DPR.
Ketua Divisi Teknis KPU RI Idham Holik mengatakan bahwa pihaknya akan mempelajari semua putusan MK berkenaan dengan perubahan ini. Hal ini menunjukkan bahwa KPU RI akan menyiapkan segala sesuatu agar selaras dengan peraturan-peraturan baru dari Mahkamah Konstitusi.
Kondisi politik terkini di Jakarta pun turut berubah dengan adanya keputusan ini, di mana PDIP sebagai salah satu partai pengusung kandidat kepala daerah berpotensi tidak bisa mendaftarkan kandidat mereka sendiri karena syarat ambang batas di DPRD Jakarta yang tidak terpenuhi. Keadaan ini memperlihatkan bahwa Pilkada 2024 bisa menjadi ajang dinamika demokrasi yang kompleks, di mana asa masyarakat untuk mendapatkan alternatif pilihan yang beragam dan berkeadilan menjadi sebuah tuntutan.
Putusan MK telah membawa angin perubahan dalam kontestasi politik, dimana setiap partai memiliki potensi untuk mengajukan calon mereka sendiri tanpa harus berkoalisi, merubah landscape persaingan politik dalam Pilkada mendatang. Di tengah kontroversi revisi UU Pilkada, urgensi untuk harmonisasi demokrasi dalam bingkai ” #SeruanIndonesiaDamai” kini tidak hanya menjadi seruan, melainkan harapan bagi pelaksanaan Pilkada yang adil, berintegritas, dan mewakili aspirasi rakyat.